Pernahkah kamu merasa galau tanpa sebab yang jelas? Pikiran penuh dengan kekhawatiran yang seolah tidak ada ujungnya? Hati terasa gelisah, bingung mau melangkah ke mana, dan kadang muncul rasa takut terhadap hal-hal yang bahkan belum terjadi? Kalau iya, itu tandanya kita sedang butuh ruang hening dalam hidup.
Kegelisahan yang datang terus-menerus biasanya lahir karena dua hal: terlalu banyak stimulus dari luar, dan terlalu sedikit ruang kontemplasi di dalam diri. Kita terlalu sering sibuk scrolling layar HP, menyerap begitu banyak informasi, perbandingan sosial, berita negatif, dan distraksi yang tanpa sadar membuat jiwa kita penuh sesak. Padahal hati manusia tidak diciptakan untuk dijejali terus-menerus, melainkan untuk diberi ruang agar bisa mendengar suara terdalamnya—suara yang sering kita lupakan: suara hati yang terhubung dengan Allah.
Coba bayangkan, apa jadinya kalau kamu memberi hadiah untuk dirimu sendiri berupa waktu hening selama 90 menit tanpa HP? Saya menyebutnya sebagai “shaum scroll”—puasa dari layar gawai. Selama 90 menit itu, biarkan dirimu masuk dalam mode kontemplasi: duduk, tarik napas panjang, renungkan perjalanan hidupmu, tanyakan pada hatimu, “Apa sebenarnya yang Allah ingin ajarkan lewat takdir yang aku alami sekarang?”
Manusia diciptakan Allah dengan desain yang sangat luar biasa. Otak kita lebih canggih daripada teknologi apa pun di dunia ini. Hati kita memiliki kemampuan untuk merasakan, menimbang, dan menemukan makna. Dan yang paling ajaib, ketika kita mau merenung dengan husnudzan—berbaik sangka kepada Allah—maka jalan hidayah akan terbuka. Allah sendiri menegaskan dalam Al-Qur’an (Q.S. At-Taghabun: 11), bahwa setiap musibah yang menimpa manusia adalah dengan izin-Nya, dan siapa yang beriman kepada Allah, maka Dia akan memberi petunjuk pada hatinya.
Kunci dari ketenangan bukanlah terletak pada keadaan luar, melainkan pada kemampuan kita memaknai. Satu peristiwa bisa terasa menghancurkan bagi orang yang tidak menemukan maknanya, tapi bisa terasa penuh hikmah bagi orang yang menghadapinya dengan iman. Maka “benar dalam memahami” dan “benar dalam memaknai” adalah kemewahan tertinggi dalam hidup.
Banyak orang mengira kemewahan hidup terletak pada harta, popularitas, atau pencapaian materi. Padahal itu semua hanya bersifat sementara. Kemewahan sejati adalah hati yang tenang. Dan ketenangan itu bukan berasal dari likes di media sosial, bukan juga dari saldo rekening yang terus bertambah, melainkan dari iman yang tertanam kuat pada takdir Allah. Dialah yang menurunkan sakinah—ketenangan hakiki—ke dalam hati orang-orang beriman.
Jadi, mari kita latih diri untuk berhenti sejenak. Ambil jeda 90 menit dari kebiasaan scrolling. Gunakan waktu itu untuk menyapa dirimu sendiri, berbicara dengan hatimu, dan membuka ruang untuk Allah mengisi jiwamu dengan makna. Mungkin awalnya terasa sulit, seperti ada dorongan untuk kembali mengambil HP. Tapi percayalah, jika kamu bertahan, kamu akan menemukan rasa lapang yang tidak bisa digantikan oleh hiburan digital mana pun.
Inilah saatnya kita belajar menikmati sunyi. Sebab dalam sunyi itulah kita menemukan diri kita yang paling asli. Dalam hening itu, kita menemukan arah yang lebih jelas, hati yang lebih kuat, dan iman yang lebih teguh.
Selamat mencoba menahan diri untuk tidak melakukan scrolling HP (shaum scroll) selama 90 menit dan mengganti waktu 90 menit itu untuk kontemplasi. Nikmati kontemplasimu, dan biarkan hatimu bertemu dengan makna terbaik dari perjalanan hidupmu.
Ketenangan hati tidak akan pernah lahir dari banyaknya harta, popularitas, atau kesibukan di dunia digital. Ia hanya bisa ditemukan ketika kita berani berhenti sejenak, menjauh dari hiruk-pikuk layar, dan membuka ruang kontemplasi untuk mendengar suara hati yang terhubung dengan Allah. Dengan shaum scroll 90 menit, kita belajar bahwa kemewahan sejati bukanlah apa yang terlihat di luar, melainkan hati yang tenang karena iman dan husnudzan kepada takdir-Nya.
"Kemewahan sejati bukan terletak pada harta atau popularitas, melainkan pada hati yang tenang—dan hati yang tenang hanya bisa lahir dari iman kepada Allah."
